BERITA UNIK

Mitos Siluman Ular di Keraton Yogyakarta, Sesajennya Jenewer dan Candu

Mitos Siluman Ular di Keraton Yogyakarta, Sesajennya Jenewer dan Candu

Mitos Siluman Ular di Keraton Yogyakarta, Sesajennya Jenewer dan Candu

KORANPALAPA, Mitos Siluman Ular di Keraton Yogyakarta, Sesajennya Jenewer dan Candu. Ular menampakkan diri di Keraton Yogyakarta pada malam Jumat. Ular memang menjadi simbol sarat makna di budaya Jawa. Bahkan, ada mitos soal siluman ular yang menjaga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dikutip dari buku ‘Problematika Tugu Yogyakarta dari Aspek Fungsi dan Makna’ karya Lutse Lambert Daniel Morin, mitos ini berlatarkan periode Pangeran Mangkubumi (Hamengkubuwana I) yang mencari lokasi pusat pemerintahan.

Alkisah, Pangeran Mangkubumi yang bertempat tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang sedang mencari calon lokasi keraton sebagai pusat pemerintahan. Saat itu, Perjanjian Giyanti yang membelah Mataram baru saja diteken.

Pangeran Mangkubumi ingin keraton barunya berada di antara dua sungai supaya kondusif untuk irigasi pertanian, serta punya garis imajiner Gunung Merapi dan Laut Selatan. Dipilihlah Desa Pacethokan di tengah hutan Paberingan (hutan beringin). Daerah ini diapit Sungai Code di timur dan Sungai Winongo di barat.

Hutan beringin tersebut dijaga dua ekor ular naga. Nama dua naga itu adalah Kiai Jaga dan Kiai Jegot (kadang ditulis Kiai Jegod).

Dibangunlah keraton pada 3 Syura tahun Wawu 1681 atau 9 Oktober 1755. Pada 13 Syura tahun Jimakir 1682 atau 7 Oktober 1756, rampunglah proyek itu. Maka Pangeran Mangkubumi pindah dari Pesanggrahan Ambarketawang dan menempati keraton barunya.

Dua ular naga tadi tetap ada (tentu saja ini mitos). Naga bernama Kiai Jaga bertempat tinggal di bangunan tugu. Naga bernama Kiai Jegot bersemayam pada bangsal Prabayeksa dalam keraton.

Baca juga : Potret 9 Rumah Artis Indonesia Paling Mewah

Dikutip dari situs Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Kiai Jegot adalah roh halus penunggu bangsal Prabayaksa yang diberi sesajen pada saat Sugengan Plataran. Sugengan Plataran itu sendiri adalah upacara peringatan tiap ulang tahun Sri Sultan. Macam-macam sesaji sarat simbolisme disajikan.

Kiai Jegod Sang Penunggu Bangsal Prabayaksa diberi sesaji satu botol Jenewer dan satu botol legen. Ada pula tumpeng pustaka dan tumpeng woran yang diletakkan di Saka Guru Bangsal Kencana dan Bangsal Prabayaksa.

Situs Direktorat Warisan Budaya Tak Benda Kemdikbud juga punya catatan. Selain diberi satu botol Jenewer dan tumpeng-tumpeng, Kiai Jegod juga diberi sesaji berupa satu tabung candu, roti, beberapa batang rokok, kopi tanpa gula, jadah, mata uang yang diberi warna putih kapur, dan ayam hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *