BERITA KESEHATAN BERITA UNIK

Memiliki Dampak Negatif pada Kesehatan Mental, Rindu Tidak Hanya Berat

Memiliki Dampak Negatif pada Kesehatan Mental, Rindu Tidak Hanya Berat

Memiliki Dampak Negatif pada Kesehatan Mental, Rindu Tidak Hanya Berat

KORANPALAPA, Memiliki Dampak Negatif pada Kesehatan Mental, Rindu Tidak Hanya Berat. Jika kata DIlan rindu itu berat, peneliti berhasil menunjukkan bahwa kerinduan juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.

Jauh dari orang yang dicintai dapat memicu peningkatan kecemasan, depresi dan masalah, seperti gangguan tidur.

Terbukti dengan penelitian yang di lakukan oleh ahli saraf Pusat Penelitian Primata Nasional Yerkes. Studi ini melibatkan tikus yang sengaja dipisahkan dari pasangannya.

Setelah beberapa saat, tikus jantan yang di pisahkan dari betinanya berubah secara fisiologi dan menunjukkan perilaku depresi.

Tikus menunjukkan peningkatan kadar kortikosteron, yaitu hormon mirip dengan hormon kortisol stres pada manusia.

Mengapa hal itu terjadi?

Menurut dugaan peneliti, jauh dari orang yang tersayang membuat tubuh mengalami respons fisik yang setara dengan gejala penarikan obat.

Ketika hewan monogami berpasangan dan hidup bersama, kadar oksitosin dan vasoperin yang mendorong keterikatan emosional meningkat.

Ini dapat mengaktifkan area otak yang terkait dengan penghargaan.

Oleh karena itu, tikus-tikus ini dapat mengalami reaksi fisik yang mirip dengan gejala penarikan selama jauh orang yang tersayang.

Hal yang sama terjadi pada manusia. Adanya reaksi fisik dalam diri manusia saat berada jauh dari pasangan.

Riset ini di lakukan dengan memisahkan pasangan yang terlibat dalam penelitian empat hingga tujuh hari.

Reaksi fisik menyebabkan manusia sulit mengendalikan emosi dan mengalami gangguan tidur.

Mereka juga menunjukkan peningkatan kadar stres dan kortisol, kecemasan dan ketidaknyamanan fisik saat jauh dari pasangan.

Baca juga : 5 Dampak Buruk Yang Akan Terjadi Jika Ditutup Terlalu Sering

Kesehatan mental selama pandemi

Pandemi Covid-19 membuat banyak orang harus terpisahkan atau jauh dengan keluarga dan orang-orang terkasih.

Oleh karena itu, masalah kesehatan mental meningkat selama pandemi ini. Peristiwa terbaru juga sempat terjadi dalam ajang Olimpiade Tokyo.

Atlet senam asal AS, Simone Biles, mengundurkan diri dari kejuaraan dunia untuk mempertahankan kesehatan mental mereka.

Bahkan, Biles memiliki track record yang cemerlang dalam dunia senam atletik.

Biles telah didiagnosis menderita depresi. Dalam sebuah wawancara, Biles menegaskan bahwa ia tidak sanggup melanjutkan pertandingan karena dia merasakan kerinduan yang luar biasa terhadap orang tuanya.

Ajang Olimpiade Tokyo tahun ini terasa berat karena para penonton yang terbatas dan atlet tidak dapat di temani oleh keluarga atau orang yang tercinta.

Tentu saja, hal itu dapat menambah tekanan mental.

Hal serupa juga pernah di lakukan Naomi Osaka ketika mengundurkan diri dari ajang French Open and Wimbledon karena memprioritaskan kesehatan mental diri daripada ekspektasi fisik orang lain terhadap mereka.

Nah, atlet ini bukan manusia super. Mereka sama dengan kita juga memiliki perasaan dan bisa merasakan kerinduan.

Banyak orang menerima kenyataan bahwa atlet favorit mereka mundur dari pertandingan karena cedera. Namun, kita sering merasa sulit untuk menerima dan mengenali betapa sulitnya fokus secara mental dan emosional dan tetap kompetitif pada tingkat tertinggi.

Seringkali, para atlet ini bergantung pada keluarga dan teman-teman mereka untuk membuat mereka tetap semangat dan berkonsentrasi dalam pertandingan.

Tapi, Tribun kosong tahun ini. Mereka tidak dapat melihat audiens untuk mendapatkan dukungan.

Mereka tidak dapat melihat wajah orang tua yang bangga ketika mereka bertanding dan memastikan mereka baik-baik saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *